Ciri- Ciri Ulama' Pewaris Para Nabi
Ulama su’ adalah peringkat ulama yang paling rendah, paling buruk dan paling merugikan. Mereka mengajak kepada kejahatan dan kesesatan. Mereka menggambarkan kebatilan dengan gambar sebuah kebenaran. Mereka tidak lain adalah para khalifah syaitan dan para wakil Dajjal.
Maka dari itu, marilah kita ketahui sifat- sifat seorang alim yang menjadi pewaris para nabi dan menjadi pembimbing kita menuju jalan yang lurus.
Pertama : Mereka Menjauhi Penguasa dan Menjaga Diri Dari Mereka.
Hudzaifah bin Yaman menasihatkan: “Hindari oleh kalian tempat-tempat fitnah.” Beliau ditanya:”Apa itu tempat-tempat fitnah.”Beliau menjawab:’(tempat- tempat fitnah) adalah pintu-pintu para penguasa. Salah seorang diantara kalian masuk menemui seorang penguasa, lantas dia akan membenarkan penguasa itu dengan dusta dan menyatakan sesuatu yang tidak ada padanya.”
[ Riwayat Dailami, ma rowahu al asathin fi ‘adamil naji’I ila salathin, Jalaludin as suyuthi ].
Betapa banyak kita saksikan para Ulama’ yang menjadi teman dekat para penguasa telah merubah hukum dan aturan-aturan Islam. Yang halal diharamkan, sebaliknya yang haram dihalalkan.
Kedua : Mereka tidak terburu-buru dalam berfatwa (sehingga mereka tidak berfatwa kecuali setelah menyakini kebenarannya).
Adalah para Salaf saling menolak untuk berfatwa sampai pertanyaan kembali lagi kepada orang yang pertama (di tanya).
Abdurrahman bin Abi Laila menceritakan kisahnya: Aku pernah mendapati di masjid (nabi) ini 120 orang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka ketika ditanya tentang suatu hadits atau fatwa melainkan dia ingin saudaranya (dari kalangan shahabat yang lain) yang menjawabnya. Kemudian tibalah masa pengangkatan kaum-kaum yang mengaku berilmu saat ini. Mereka bersegera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kalau seandainya pertanyaan ini dihadapkan kepada Umar bin Khattab, nescaya beliau mengumpulkan ahli Badar untuk di ajak bermusyawarah dalam menjawabnya.
Sedangkan hari ini kita lihat, semua orang ambil mudah untuk berfatwa. Bahkan mereka tidak segan menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui jawapannya betul atau tidak. Keadaan kita hari ini sesuai dengan sebuah hadis Nabi sallallahu alaihiwasallam :
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًَا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًَا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًَا جُهَّالًَا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍِ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidaklah mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba. Namun Allah akan mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga bila tidak tersisa seorang pun ulama, manusia mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Mereka ditanya lalu berfatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan (orang lain)".
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy 1/163-164 dan Muslim no. 2673]
Ketiga : Mengamalkan Ilmunya.
Seseorang yang berilmu tapi tidak mahu mengamalkan seperti orang-orang yahudi. Sebaliknya, beramal tanpa ilmu adalam menyerupai orang-orang nasrani. Kita diajarkan oleh Allah Ta’ala untuk selalu berdo’a dalam solat kita :
اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
[ Al Fatihah 6 – 7 ].
Seseorang ulama’ tidak hanya dilihat pada perkataannya. Tetapi yang lebih diperhatikan oleh para muridnya adalah perbuatannya. Apa guna percakapannya yang lantang dan tegas serta memukau akan tetapi amalannya jauh dari apa yang disampaikan.
Sahabat ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya manusia semua pandai bicara, maka barangsiapa ucapannya sesuai dengan perbuatannya, itulah orang yang mendapatkan bagiannya, dan barangsiapa perbuatannya menyalahi ucapannya maka sesungguhnya ia sedang mencaci dirinya.”
[Jami’ bayanil ‘ilmi 1/696]
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu berkata:
لاَ يَزَالُ الْعَالِمُ جَاهِلًا بِمَا عَلِمَ حَتَّى يَعْمَلَ بِهِ، فَإِذَا عَمِلَ بِهِ كَانَ عَالِمًا
“Seorang alim senantiasa dalam keadaan bodoh hingga dia mengamalkan ilmunya. Bila dia sudah mengamalkannya, barulah dia menjadi alim.”
[Diambil dari ‘Awa’iq Ath-Thalab, hal. 17-18]
Semoga Allah sentiasa memberikan pada kita kekuatan untuk memilih para ulama’ yang baik. Dan jika kita hari ini Allah takdirkan menjadi seorang guru ataupun ustaz dan juga ulama’, kita berusaha untuk memenuhi sifat-sifat tersebut.
WALLAHUALAM
Salam admin. Terbaik perkongsian, sye nak sharekan satu point penting tentang ulama pewaris para nabi bukan nabi Mubammad sallallahu alaihi wassallam shja seperti yg ramai orng salah faham
ReplyDeleteRujukan surah anbiya ayat 21
Ilmu warisan para nabi satu saja, iaitu jalan Laa ilaha illAllah. Kalau ulama tidak mengajak manusia kepada Laa ilaha illAllah mereka bukan pewaris para nabi. Laa ilaha illAllah lautan ilmu. Zaman skrng orng kecilkan smpai bila ditanya pun zero yang majoriti tahu hanya mengucap. Klu mengucap orng bisu selama lamanya xkan spt masuk islam dan tiadalah laa ilaha illAllah dia.
Warisan ilmu para nabi nabi dan rasul bukan ilmu syariat. Cthnya zaman nabi adam as, adik berdadik boleh berkahwin syariat umat Nabi Muhammad sallallahu alaihi wassallam haram adik beradik berkahwin. Moga jelas bahawa sebenar benar pewaris para nabi adalah orng yang dipilih Allah Allah sendiri dari kalangan hambanya untuk menyambung perjunagan membawa warisan lautan ilmu kalimah Laa ilaha illAllah. Sekian, moga bermanfaat